BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembangunan ekonomi melalui
industrialisasi, perdagangan, real estate, asuransi, perbankan,
bisnis jasa maupun pengembangan agrobisnis yang berorientasi pada akumulasi
modal, ataupun pembangunan di sektor lainnya dan pemerataan pendapatan
tercermin diantaranya dalam produktivitas nasional sebagai salah satu indikator
kinerja sebuah bangsa. Dalam kaitan itu, orang-orang mulai melihat pentingnya
melakukan usaha nyata secara produktif, efisien, dan efektif dalam setiap kehidupan.
Oleh karena itu, orang-orang mulai memikirkan cara-cara yang benar dalam
berkarya atau bekerja untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat sesuai dengan
harapan mereka masing-masing. Mengingat pentingnya sumber daya manusia (SDM) di
antara faktor-faktor produksi lain, perusahaan melakukan pendidikan dan
pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan karyawan demi
tercapainya kinerja yang diharapkan. Dengan kinerja karyawan yang tinggi
diharapkan dapat memberi sumbangan yang sangat berarti bagi kinerja dan
kemajuan perusahaan.
Kebutuhan tenaga-tenaga terampil di
dalam berbagai bidang sudah merupakan tuntutan dunia global yang tidak dapat
ditunda. Di masa krisis yang melanda seperti saat ini, justru kita seharusnya
lebih menyadari bahwa kita dituntut untuk memiliki kemampuan dalam membuat
rencana pengembangan SDM yang berkualitas. Bila saatnya nanti kita berhasil
mengatasi krisis moneter, SDM kita hendaknya telah siap untuk memasuki era
persaingan bebas sebagai era pertukaran barang dan jasa tanpa batas sehingga
SDM yang ada telah siap bersaing dengan SDM negara-negara tetangga serta SDM
dari negara-negara ekonomi maju.
Dalam upaya mengatasi permasalahan yang
kompleks ini, manajemen dapat melakukan perbaikan ke dalam, yang salah satunya
melalui pengembangan SDM. Perbaikan kondisi internal ini sekaligus bertujuan
untuk memperkuat diri dan meningkatkan daya tahan dalam menghadapi persaingan
lokal dan global yang pasti akan semakin ketat. Ini artinya perusahaan harus
memperbaiki kinerja perusahaannya melalui perbaikan kinerja karyawannya.
B.
Tujuan Makalah
Adapun tujuan pembuatan
makalah ini adalah
1. Memahami pengertian kinerja
2. Mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja
3. Mengidentifikasi penyebab masalah
kinerja
4. Mengetahui langkah-langkah penyelesaian
masalah
5. Mengetahui beberapa masalah kinerja
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kinerja
Performance atau kinerja
merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses (Nurlaila, 2010:71). Menurut
pendekatan perilaku dalam manajemen, kinerja adalah kuantitas atau kualitas
sesuatu yang dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang melakukan
pekerjaan (Luthans, 2005:165).
Kinerja merupakan prestasi kerja,
yaitu perbandingan antara hasil kerja dengan standar yang ditetapkan (Dessler,
2000:41). Kinerja adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang
dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang
diberikan (Mangkunagara, 2002:22).
Kinerja adalah hasil atau tingkat
keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam
melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar
hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih
dahulu telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005:50).
Sedangkan Mathis dan Jackson
(2006:65) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau
tidak dilakukan pegawai. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang
dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja
masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut.
Kinerja merupakan hasil kerja dari
tingkah laku (Amstrong, 1999:15). Pengertian kinerja ini mengaitkan antara
hasil kerja dengan tingkah laku. Sebgai tingkah laku, kinerja merupakan aktivitas
manusia yang diarahkan pada pelaksanaan tugas organisasi yang dibebankan
kepadanya.
Berdasarkan pengertian tersebut
maka kinerja berasal dari kata job
performance atau actual
performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya
yang dicapai oleh seseorang. Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
B.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Gibson (1987) ada 3 variabel
yang berpengaruh terhadap kinerja: (1) faktor individu: kemampuan,
keterampilan, latar belakang, dan demografi seseorang; (2) faktor psikologis:
persepsi, sikap, kepribadian, belajar, motivasi dan kepuasan bekerja variabel
ini menurut Gibson banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial pengalaman
kerja sebelumnya dan variabel demografi; (3) faktor organisasi: sumber daya,
kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan (Ilyas, 2001;
Cokroaminoto, 2007).
1. Faktor Individu
Faktor individu yang mempengaruhi
kinerja yaitu kemampuan, keterampilan, latar belakang, dan demografi seseorang.
a. Kemampuan dan Ketrampilan
Kemampuan
dan keterampilan memainkan peran penting dalam perilaku dan kinerja individu.
Sebuah kemampuan adalah sebuah trait (bawaan atau dipelajari) yang mengijinkan
seseorang mengerjakan sesuatu mental atau fisik. Keterampilan adalah kompetensi
yang berhubungan dengan tugas seperti keterampilan mengoperasikan komputer atau
keterampilan berkomunikasi dengan jelas untuk tujuan dan misi kelompok. Manajer
harus mencocokkan setiap kemampuan dan keterampilan seseorang dengan
persyaratan kerja agar dalam bekerja dapat mencapai kinerja.
b. Latar Belakang
Keragaman
adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan variasi budaya, etnis,
dan ras dalam suatu populasi. Untuk mengelola tenaga kerja dengan keragaman
budaya yang semakin meningkat akan mensyaratkan kelenturan, pengenalan
perbedaan individu, dan peningkatan kesadaran perbedaan latar belakang budaya.
c. Demografi
Aspek
demografi terdiri dari jenis kelamin, ras dan keragaman budaya. Penelitian
menunjukkan bahwa pria dan wanita adalah sama dalam hal kemampuan belajar, daya
ingat, kemampuan penalaran, kreativitas, dan kecerdasan. Meskipun hasil data
riset cukup memastikan, beberapa peneliti masih percaya adanya perbedaan
kreativitas, penalaran, dan kemampuan belajar diantara pria dan wanita. Masih
terdapat perdebatan soal perbedaan pria dan wanita mengenai prestasi dalam
pekerjaan, absensi, dan tingkat pergantian. Debat prestasi dalam pekerjaan
tidak menghasilkan kesimpulan. Tidak ada data pendukung yang menyatakan bahwa
pria dan wanita adalah pekerja yang lebih baik. Hanya di bidang absensi sering
ditemukan perbedaan. Wanita memiliki tingkat absensi yang lebih tinggi. Tetapi
lebih memperhatikan pada anak-anak, orang tua, dan pasangan sakit di dominasi
wanita. Tingkat absensi lebih tinggi dari wanita disebabkan peran mengasuh
mereka.
2. Faktor Psikologis
a.
Persepsi
Persepsi adalah proses kognitif individu dalam
memilih, mengatur, menyimpan, dan menginterpretasikan rangsangan menjadi
gambaran dunia yang utuh dan berarti. Oleh karena setiap orang memberi arti
dalam setiap rangsangan, individu berbeda dalam melihat hal yang sama dengan
cara yang berbeda. Cara seorang pekerja dalam melihat keadaan sering kali
mempunyai arti yang lebih banyak untuk mengerti perilaku daripada keadaan itu
sendiri.
b.
Sikap
Sikap merupakan determinan perilaku sebab yang
berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Sebuah sikap adalah
perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan,
dipelajari, dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon
seseorang terhadap orang, obyek-obyek dan keadaan
c.
Kepribadian
Kepribadian merupakan himpunan karakteristik dan
kecendrungan yang stabil serta menentukan sifat umum dan perbedaan dalam
perilaku seseorang. Kepribadian dipengaruhi oleh keturunan, budaya, dan faktor
sosial. Tinjauan determinan yang membentuk kepribadian menunjukkan bahwa para
manajer mempunyai sedikit kendali terhadap determinan dan tidak ada manajer
yang harus menyimpulkan bahwa kepribadian bukan faktor penting dalam perilaku
di tempat kerja hanya karena kepribadian bukan faktor penting dalam perilaku di
tempat kerja hanya karena kepribadian dibentuk di luar organisasi. Perilaku
seseorang tidak dapat dimengerti tanpa mempertimbangkan konsep kepribadian.
Pada kenyataannya, kepribadian adalah juga saling berhubungan dengan persepsi,
sikap, belajar, dan motivasi setiap usaha untuk mengerti perilaku menjadi tidak
lengkap apabila kepribadian tidak diperhitungkan.
d.
Motivasi
Motivasi merupakan konsep yang digunakan untuk
menggambarkan dorongan-dorongan yang timbul pada atau di dalam seorang individu
yang menggerakkan dan pengarahkan perilaku. Konsep motivasi digunakan untuk
menjelaskan perbedaan-perbedaan dalam intensitas perilaku dan untuk menunjukkan
arah tindakan. Manajer lebih suka memotivasi karyawannya secara positif agar
karyawan tersebut dapat menjalankan pekerjaannya dan karyawan yang termotivasi
akan menghasilkan pekerjaan yang memiliki kualitas yang tinggi.
e.
Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan suatu
sikap yang dipunyai individu mengenai pekerjaannya. Hal ini dihasilkan dari
persepsi mereka terhadap pekerjaannya, didasarkan pada faktor lingkungan kerja,
seperti gaya penyelia, kebijakan dan prosedur, afiliasi kelompok kerja, kondisi
kerja, dan tunjangan. Faktor psikologis yang terakhir adalah Stres kerja.
Menurut Gibson et al (2008:339), stres kerja merupakan suatu Persepsi
penyesuaian, diperantarai oleh perbedaan-perbedaan individu dan/atau proses
psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar (lingkungan),
situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan/atau fisik
berlebihan kepada seseorang. Stres kerja dapat mempengaruhi kinerja dari
seorang individu.
3. Faktor Organisasi
Salah
satu faktor organisasi yang mempengaruhi kinerja adalah kepemimpinan. Peran
pemimpin dalam organisasi adalah memfasilitasi agar fungsi dan tanggung jawab
setiap anggota menjadi fokus. Personel pada umumnya membutuhkan kepemimpinan
yang baik. Pemimpin yang sukses harus memimpin dengan menciptakan atmosfir atau
kondisi sehingga membuat setiap bawahan dapat berkontribusi secara total. Ini
dapat berarti mendidik keterampilan baru untuk personel, mendorong personel
untuk menangani sesuatu yang sebenarnya dia takut melakukannya, dapat juga
berarti mendengarkan keluhan personel atau ide, harapan keluhan, kritik dan
saran serta bentuk lainnya dari mitra kerja maupun bawahan. Aspek lain yang
juga penting dan harus diperhatikan pemimpin adalah memfasilitasi dukungan
mental dan teknis kepada personel juga sangat menentukan kinerja pemimpin
maupun kelompok (Ilyas, 2001).
Ada
banyak cara bagi seorang pemimpin untuk mempengaruhi kinerja para bawahan. Para
pemimpin dapat mempengaruhi bawahan untuk bekerja lebih cepat atau melakukan
sesuatu pekerjaan berkualitas dengan lebih baik misalnya dengan memberikan
insentif/penghargaan/pujian khusus, dengan memberikan motivasi tentang
pentingnya pekerjaan, dan menetapkan tujuan-tujuan yang menantang. Para
pemimpin dapat meningkatkan keterampilan bawahan untuk melakukan suatu
pekerjaan misalnya dengan memperlihatkan kepada mereka metode-metode yang lebih
baik untuk melakukan pekerjaan (Yukl, 1998).
C.
Masalah Kinerja
Dalam implementasi suatu sistem
manajemen dalam organisasi, satu hal yang tidak dapat dihindari adalah
timbulnya permasalahan. Adanya permasalahan dalam suatu organisasi tidak
menandakan bahwa organisasi gagal dalam implementasi sistem manajemen. Masalah
dapat timbul bahkan dalam organisasi yang sudah besar. Untuk menjamin bahwa
organisasi dapat tetap berjalan dengan efektif dan/atau efisien, maka setiap
permasalahan yang muncul perlu diselesaikan dan dicari solusinya.
Lalu, apa itu masalah? Masalah dapat
didefinisakan sebagai kesenjangan (gap) antara situasi sekarang (kinerja aktual
sekarang) dan target kinerja yang diinginkan. Semua orang harus
menjadi problem solvers dengan cara melakukan analisa secara seksama
terhadap proses, kemudian berusaha menutupi kesenjangan (gap) yang ada.
Vincent Gasperz menjelaskan dalam
bukunya mengenai Continual Improvement mengelompokan masalah kinerja
ke dalam 3 jenis :
1. Masalah yang diciptakan (problems to be created), yaitu
menetapkan target kinerja yang meningkat secara terus menerus, kemudian
berusaha untuk menyelesaikan masalah kinerja ini melalui upaya giat terus
menerus untuk mencapai target kinerja tersebut, Masalah yang diciptakan ini
sering disebut sebagai masalah potensial (potential problems) yang akan menjadi
msalah aktual (actual problems) di masa yang akan datang. Upaya menyelesaikan
masalah ini adalah melalui inovasi kreatif (peningkatan dramatis) terus
menerus.
2. Masalah yang dirasakan (problems to be
perceived), berkaitan dengan upaya peningkatan secara gradual terus menerus
yang bertujuan untuk memperkuat posisi yang sekarang.
3. Masalah yang telah terjadi (problems
already occurred), berkaitan dengan target-target masa lalu yang tidak tercapai
atau deviasi dari standar-standar yang ditetapkan.
Masalah yang sering muncul umumya
bersumber dari elemen-elemen proses yang terdiri dari 7M, yaitu Money,
Media, Material, Method, Motivation, Machine, dan Manpower yang
merupakan faktor yang dapat dikendalikan dan dapat diperkirakan atau
diprediksi.
1. Manpower (tenaga kerja) berkaitan
dengan kekurangan dalam pengetahuan (tidak terlatih, tidak berpengalaman),
kekurangan dalam ketrampilan dasar yang berkaitan dengan mental dan fisik,
kelelahan, stress, ketidakpedulian, dll.
2. Machines (mesin-mesin) dan
peralatan yang berkaitan denagn tidak ada sistem perawatan pencegahan terhadap
mesin-mesin produksi, termasuk fasilitas dan peralatan lain, tidak sesuai dengan
spesifikasi tugas, tidak dikalibrasi, terlalu rumit, terlalu panas, dll.
3. Methods (metode
merja) berkaitan dengan tidak ada prosedur dan metode kerja yang benar,
tidak jelas, tidak diketahui, tidak terstandarisasi, tidak cocok, dll.
4. Materials (bahan baku dan bahan
penolong) berkaitan dengan ketiadaan spesifikasi kualitas dari bahan baku dan
bahan penolong yang digunakan, ketidaksesuaian dengan spesifikasi kualitas
bahan baku dan bahan penolong yang ditetapkan, ketiadaan penanganan yang
efektif terhadap bahan baku dan bahan penolong itu, dll.
5. Media berkaitan dengan tempat dan
waktu kerja yang tidak memperhatikan aspek-aspek kebersihan, kesehatan dan
keselamatan kerja, dan lingkungan kerja yang kondusif, kekurangan dalam lampi
penerangan, ventilasi yang buruk, kebisingan yang berlebihan, dll.
6. Motivation (motivasi) berkaitan
dengan ketiadaan sikap kerja yang benar dan professional (tidak kreatif,
bersifat reaktif, tidak mampu bekerjasama dalam tim, dll), yang dalam hal ini
disebabkan oleh sistem balas jasa dan penghargaan yang tidak adil kepada tenaga
kerja.
7. Money (keuangan) berkaitan dengan
ketiadaan dukungan financial (keuangan) yang mantap guna memperlancar proyek
peningkatan kualitas yang akan diterapkan.
D.
Penyelesaian Masalah Kinerja
Saat muncul suatu masalah, organisasi
dituntut untuk mencari solusi yang tepat dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Solusi terhadap suatu permasalahan tidak akan efektif jika tidak
diidentifikasikan dan diimplementasilan dengan tepat. Berikut langkah-langkah
solusi masalah yang efektif :
1. Identifikasi Masalah
Mendefinisikan masalah secara tertulis,
yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut :
a. What (Apa) : Apa yang menjadi akibat utama dari masalah itu?
b. When (Kapan) : Kapan terjadi masalah itu, sewaktu-waktu atau sepanjang
waktu?
c. Where (Dimana) : Dimana lokasi
masalah itu terjadi, lokasi dalam sistem, fasilitas, atau komponen?
d. Why (Mengapa) : Mengapa Amda serius memperhatikan
masalah ini, berkaitan dengan signifikansi dampak dari masalah itu terhadap
sasaran atau tujuan organisasi?
Membangun diagram sebab-akibat yang
dimodifikasi untuk mengidentifikasi :
a. akar penyebab dari masalah,
b. penyebab-penyebab yang tidak dapat
dikendalikan, namun dapat diperkirakan
Setiap akar penyebab dari masalah
dimasukkan ke dalam diagram sebab-akibat yang dikategorikan berdasarkan prinsip
7M, sedangkan penyebab-penyebab yang tidak dapat dikendalikan namun dapat
diperkirakan, didaftarkan pada diagram sebab-akibat secara tersendiri, Akar
penyebab dari suatu masalah dapat ditemukan melalui bertanya mengapa beberapa
kali.
2. Identifikasi Solusi
Mengidentifikasikan
tindakan atau solusi yang efektif melalui memperhatikan dan mempertimbangkan:
a. pencegahan terulang atau muncul kembali
penyebab-penyebab itu
b. tindakan yang diambil harus berada di
bawah pengendalian kita
c. memenuhi tujuan dan target kinerja yang
ditetapkan
3. Implementasi Solusi
Menerapkan atau
melakukan implementasi terhadap solusi atau tindakan-tindakan yang diajukan
itu. Setiap tindakan perbaikan sewajarnya didaftarkan ke dalam rencana tindakan
(action plans) yang memuat secara jelas setiap tindakan perbaikan atau
peningkatan mengikuti prinsip 5W-2H
What : Apa tindakan peningkatan yang
diajukan?
When : Kapan tindakan penigkatan itu
akan mulai diterapkan?
Where : Dimana tindakan peningkatan itu
akan diterapkan?
Who : Siapa yang akan bertanggung
jawab terhadap implementasi dari tindakan peningkatan itu?
Why : Mengapa tindakan peningkatan
itu yang diprioritaskan untuk diterapkan?
How : Bagaimana langkah-langkah dalam
penerapan tindakan peningkatan itu?
How
Much : Berapa besar manfaat yang akan diterima dari
implementasi tindakan peningkatan itu dan berapa pula biaya yang harus
dikeluarkan untuk membiayai implementasi dari tindakan peringkatan tersebut?)
Melakukan standarisasi terhadapa lima
poin tersebut di atas melalui penyusunan prosedur dan instruksi kerja, juga
pemantauan (monitoring) secara terus menerus.
Implementasi suatu sistem manajemen
tidak menjanjikan bahwa tidak akan muncul permasalahan bagi organisasi.
Munculnya permasalahan pun tidak menandakan bahwa organisasi tidak mampu dalam
implementasi sistem. Implementasi suatu sistem manajemen yang baik mengharuskan
suatu organisasi untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut yang
muncul. Permasalahan yang muncul perlu diidentifikasi dan diselesaikan hingga
ke akar permasalahannya, dengan harapan bahwa permasalahan yang serupa tidak
akan muncul kembali. Identifikasi dan penyelesaian masalah yang tepat akan
membawa organisasi menuju ke perbaikan dan peningkatan yang berkesinambungan.
D. Penyebab
Masalah Kinerja
Beberapa faktor yang
memengaruhi kinerja yakni
ketidak-jelasan peran, rendahnya kompetensi, keragaman sistem nilai yang
dimiliki karyawan, preferensi yang berbeda, dan kurangnya penghargaan.
1.
Kejelasan peran karyawan
Peran dapat
diartikan sebagai suatu karakter yang harus dimainkan seorang pelaku; dalam hal ini karyawan. Bisa juga diartikan sebagai karakteristik dan
perilaku sosial yang diharapkan dari seseorang sesuai posisi dan fungsinya.
Dalam prakteknya peran bisa berbentuk: pertama, peran yang
sudah ditetapkan dan, kedua, peran baru yang dipilih manajer
untuk karyawan tertentu sesuai dengan posisinya. Bila kedua peran itu sudah ada lalu mengapa masih saja terjadi penyimpangan
kinerja. Penyebabnya adalah bisa jadi manajer sering mengabaikan pentingnya
penjelasan peran baru yang dipilihnya kepada karyawan. Manajer diduga
menggunakan asumsi bahwa karyawan sudah mengetahui jenis peran yang diembannya.
Padahal tidak selalu seperti itu. Karena itu dalam setiap unit harus sudah
terdapat apa yang disebut uraian pekerjaan dan uraian peran yang jelas dan
dijadikan acuan kerja oleh seluruh karyawan dan manajer. Semakin jelas dan
terinternalisasinya uraian peran di kalangan karyawan dan manajer cenderung
semakin kecilnya peluang terjadinya penyimpangan kinerja. Namun kalau karyawan
memperoleh peran baru maka pertanyaannya adalah apakah itu sudah memadai sesuai
dengan kompetensinya?
1.
Kompetensi
Karyawan
Kejelasan
peran saja tidak cukup untuk mendongkrak kinerja karyawan. Ada faktor lain yang memengaruhi kinerja karyawan yakni faktor kompetensi
yang dimilikinya. Kompetensi terbagi dua yakni kompetensi ”keras” berupa
pengetahuan dan ketrampilan, dan kompetensi ”lunak” berupa sikap, etos kerja,
motivasi, prakarsa, kreatifitas dan empati. Jenis kompetensi yang terakhir
sering juga disebut sebagai keahlian lunak (soft skills). Kompetensi dapat juga
dikelompokkan menjadi yang terlihat dan tersembunyi. Kompetensi yang terlihat seperti
pengetahuan yang dicirikan dengan pemilikan sertifikasi, dan keahlian yang
dicerminkan dengan posisi dan status pekerjaannya yang rutin. Sementara
yang tersembunyi berupa nilai-nilai, misalnya kemampuan
karyawan dalam membuat keseimbangan antara kepentingan pekerjaan dan keluarga;
konsep diri atau kepercayaan diri; dan kepribadian diri seperti jujur, tenang,
motivasi, dan bijak. Semakin tinggi derajad kompetensi karyawan semakin tinggi
pula kinerja yang dihasilkannya.
2.
Lingkungan Kerja
Kalau
kejelasan peran dan kompetensi sudah terpenuhi maka karyawan akan
lebih mampu meningkatkan kinerjanya jika didukung lingkungan kerja yang nyaman.
Lingkungan kerja disini dilihat dari lingkungan fisik dan non-fisik. Lingkungan
fisik antara lain berupa fasilitas kerja termasuk peralatan kerja, ruangan,
kursi dan meja, listrik, pendingin ruangan, kebisingan yang rendah, dan alat
pengaman. Sementara lingkungan non-fisik antara lain berupa gaya kepemimpinan
manajer yang partisipatif, kompensasi, mutu hubungan vertikal dan horisontal
seperti kebersamaan serta lingkungan sosial. Semakin nyaman lingkungan kerja
semakin tinggi kinerja karyawannya.
3.
Sistem Nilai
Nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir
yang diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar dalam
hidupnya. Konflik yang terjadi antara manajer dan karyawan bisa jadi karena
dipengaruhi perbedaan nilai tentang ukuran kinerja pekerjaan; apakah dilihat
dari proses ataukah hasil; ataukah gabungan keduanya. Mungkin saja sang manajer
menginginkan penerapan model kerja yang berorientasi hasil. Alasannya karena
hasil akan mencerminkan seberapa jauh kemampu-labaan perusahaan dapat tercapai.
Sementara karyawan berpandangan bahwa keberhasilan kinerja dicerminkan oleh
orientasi proses yang ditunjukan oleh penerapan cara-cara pekerjaan,
sistematika bekerja, koordinasi, dan kontrol kerja dari manajer. Bagi seorang
manajer yang bijak maka dipilihlah kombinasi keduanya yakni berorientasi proses
dan hasil. Dengan cara itu maka ”kesepakatan” penggabungan sistem nilai akan
mendorong peningkatan kinerja karyawan. Semacam
”win-win solution, ”win-win result”, dan “win-win outcome”.
4.
Preferensi
Kalau
kejelasan peran, kompetensi, dan kesepakatan sistem nilai sudah ada maka
tampaknya tak ada alasan lagi bagi karyawan untuk berkinerja rendah. Benarkah
selalu demikian?. Masih ada faktor lain yang memengaruhinya yakni derajad
kesukaan atau preferensi terhadap pekerjaan tertentu. Kalau mereka yang
tergolong teori Y (suka bekerja, disiplin, dan bertangung jawab), jenis
pekerjaan apapun cenderung siap untuk dilaksanakan karyawan. Namun bisa saja
ada sebagian kecil karyawan tergolong teori X (tak suka bekerja, malas, dan tak
bertanggung jawab), maka proses dan kinerja karyawannya menjadi rendah. Karena
itu manajer hendaknya dapat mengidentifikasi derajad preferensi seseorang
(karyawan) terhadap pekerjaan yang diberikan kepada karyawan. Tidak jarang
preferensi seseorang sangat dipengaruhi bio-ritmenya. Selain itu sangat penting
dilakukan pengarahan kepada semua karyawan bagaimana bekerja kompak mutlak
diwujudkan. Hal ini mengingat suatu pekerjaan umumnya dilakukan oleh suatu tim.
Satu saja karyawan tidak suka dengan pekerjaan tertentu maka akan dapat
mengganggu suasana kerja tim yang akhirnya akan mengganggu kinerja tim.
5.
Penghargaan
Pada
dasarnya setiap manusia, sekecil apapun membutuhkan penghargaan dari
orang lain. Misalnya butuh disapa, dikasihi, dicintai, ditolong, dan
didoakan. Jadi semacam pengakuan orang lain atas keberadaan diri individu
bersangkutan. Dalam bidang pekerjaan, penghargaan yang dibutuhkan karyawan
tidak saja selalu berbentuk kompensasi finansial tetapi juga non-finansial.
Kompensasi finansial dapat berupa gaji, upah, insentif, dan bonus. Sementara kompensasi non-finansial bisa berupa jenjang karir, piagam
penghargaan prestasi, dan ucapan terimakasih. Mengabaikan penghargaan kepada
karyawan sama saja mengabaikan kebutuhan dasar manusia. Padahal penghargaan
adalah unsur vital dalam membangun motivasi dan kepuasan bagi karyawan untuk
meningkatkan kinerjanya
BAB III
KESIMPULAN
Kinerja merupakan
suatu prestasi atau
tingkat keberhasilan yang dicapai
oleh individu atau suatu
organisasi dalam melaksanakan pekerjaan pada suatu periode tertentu. Kinerja juga
dapat diartikan sebagai
suatu prestasi yang
dicapai dalam melaksanakan pelayanan kepada
masyarakat dalam suatu
periode. Peningkatan kinerja
tidak dapat terwujud apabila
tidak ada pengelolaan
atau manajemen yang
baik, yang dapat mendorong upaya-upaya
institusi untuk meningkatkan
kinerja.