Selasa, 21 April 2015

Masalah Kinerja dan Penyebabnya

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Pembangunan ekonomi melalui industrialisasi, perdagangan, real estate, asuransi, perbankan, bisnis jasa maupun pengembangan agrobisnis yang berorientasi pada akumulasi modal, ataupun pembangunan di sektor lainnya dan pemerataan pendapatan tercermin diantaranya dalam produktivitas nasional sebagai salah satu indikator kinerja sebuah bangsa. Dalam kaitan itu, orang-orang mulai melihat pentingnya melakukan usaha nyata secara produktif, efisien, dan efektif dalam setiap kehidupan. Oleh karena itu, orang-orang mulai memikirkan cara-cara yang benar dalam berkarya atau bekerja untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat sesuai dengan harapan mereka masing-masing. Mengingat pentingnya sumber daya manusia (SDM) di antara faktor-faktor produksi lain, perusahaan melakukan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan karyawan demi tercapainya kinerja yang diharapkan. Dengan kinerja karyawan yang tinggi diharapkan dapat memberi sumbangan yang sangat berarti bagi kinerja dan kemajuan perusahaan.
Kebutuhan tenaga-tenaga terampil di dalam berbagai bidang sudah merupakan tuntutan dunia global yang tidak dapat ditunda. Di masa krisis yang melanda seperti saat ini, justru kita seharusnya lebih menyadari bahwa kita dituntut untuk memiliki kemampuan dalam membuat rencana pengembangan SDM yang berkualitas. Bila saatnya nanti kita berhasil mengatasi krisis moneter, SDM kita hendaknya telah siap untuk memasuki era persaingan bebas sebagai era pertukaran barang dan jasa tanpa batas sehingga SDM yang ada telah siap bersaing dengan SDM negara-negara tetangga serta SDM dari negara-negara ekonomi maju.
Dalam upaya mengatasi permasalahan yang kompleks ini, manajemen dapat melakukan perbaikan ke dalam, yang salah satunya melalui pengembangan SDM. Perbaikan kondisi internal ini sekaligus bertujuan untuk memperkuat diri dan meningkatkan daya tahan dalam menghadapi persaingan lokal dan global yang pasti akan semakin ketat. Ini artinya perusahaan harus memperbaiki kinerja perusahaannya melalui perbaikan kinerja karyawannya.
B.  Tujuan Makalah
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah
1.    Memahami pengertian kinerja
2.    Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
3.    Mengidentifikasi penyebab masalah kinerja
4.    Mengetahui langkah-langkah penyelesaian masalah
5.    Mengetahui beberapa masalah kinerja








BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Kinerja 
Performance atau kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses (Nurlaila, 2010:71). Menurut pendekatan perilaku dalam manajemen, kinerja adalah kuantitas atau kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan (Luthans, 2005:165).
Kinerja merupakan prestasi kerja, yaitu perbandingan antara hasil kerja dengan standar yang ditetapkan (Dessler, 2000:41). Kinerja adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan (Mangkunagara, 2002:22).
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005:50).
Sedangkan Mathis dan Jackson (2006:65) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut.
Kinerja merupakan hasil kerja dari tingkah laku (Amstrong, 1999:15). Pengertian kinerja ini mengaitkan antara hasil kerja dengan tingkah laku. Sebgai tingkah laku, kinerja merupakan aktivitas manusia yang diarahkan pada pelaksanaan tugas organisasi yang dibebankan kepadanya.
Berdasarkan pengertian tersebut maka kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
B.  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Gibson (1987) ada 3 variabel yang berpengaruh terhadap kinerja: (1) faktor individu: kemampuan, keterampilan, latar belakang, dan demografi seseorang; (2) faktor psikologis: persepsi, sikap, kepribadian, belajar, motivasi dan kepuasan bekerja variabel ini menurut Gibson banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografi; (3) faktor organisasi: sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan  (Ilyas, 2001; Cokroaminoto, 2007).
1.    Faktor Individu
Faktor individu yang mempengaruhi kinerja yaitu kemampuan, keterampilan, latar belakang, dan demografi seseorang.
a.    Kemampuan dan Ketrampilan
Kemampuan dan keterampilan memainkan peran penting dalam perilaku dan kinerja individu. Sebuah kemampuan adalah sebuah trait (bawaan atau dipelajari) yang mengijinkan seseorang mengerjakan sesuatu mental atau fisik. Keterampilan adalah kompetensi yang berhubungan dengan tugas seperti keterampilan mengoperasikan komputer atau keterampilan berkomunikasi dengan jelas untuk tujuan dan misi kelompok. Manajer harus mencocokkan setiap kemampuan dan keterampilan seseorang dengan persyaratan kerja agar dalam bekerja dapat mencapai kinerja.
b.    Latar Belakang
Keragaman adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan variasi budaya, etnis, dan ras dalam suatu populasi. Untuk mengelola tenaga kerja dengan keragaman budaya yang semakin meningkat akan mensyaratkan kelenturan, pengenalan perbedaan individu, dan peningkatan kesadaran perbedaan latar belakang budaya.
c.    Demografi
Aspek demografi terdiri dari jenis kelamin, ras dan keragaman budaya. Penelitian menunjukkan bahwa pria dan wanita adalah sama dalam hal kemampuan belajar, daya ingat, kemampuan penalaran, kreativitas, dan kecerdasan. Meskipun hasil data riset cukup memastikan, beberapa peneliti masih percaya adanya perbedaan kreativitas, penalaran, dan kemampuan belajar diantara pria dan wanita. Masih terdapat perdebatan soal perbedaan pria dan wanita mengenai prestasi dalam pekerjaan, absensi, dan tingkat pergantian. Debat prestasi dalam pekerjaan tidak menghasilkan kesimpulan. Tidak ada data pendukung yang menyatakan bahwa pria dan wanita adalah pekerja yang lebih baik. Hanya di bidang absensi sering ditemukan perbedaan. Wanita memiliki tingkat absensi yang lebih tinggi. Tetapi lebih memperhatikan pada anak-anak, orang tua, dan pasangan sakit di dominasi wanita. Tingkat absensi lebih tinggi dari wanita disebabkan peran mengasuh mereka.
2.    Faktor Psikologis
a.    Persepsi
Persepsi adalah proses kognitif individu dalam memilih, mengatur, menyimpan, dan menginterpretasikan rangsangan menjadi gambaran dunia yang utuh dan berarti. Oleh karena setiap orang memberi arti dalam setiap rangsangan, individu berbeda dalam melihat hal yang sama dengan cara yang berbeda. Cara seorang pekerja dalam melihat keadaan sering kali mempunyai arti yang lebih banyak untuk mengerti perilaku daripada keadaan itu sendiri.
b.    Sikap
Sikap merupakan determinan perilaku sebab yang berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Sebuah sikap adalah perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari, dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek-obyek dan keadaan
c.    Kepribadian
Kepribadian merupakan himpunan karakteristik dan kecendrungan yang stabil serta menentukan sifat umum dan perbedaan dalam perilaku seseorang. Kepribadian dipengaruhi oleh keturunan, budaya, dan faktor sosial. Tinjauan determinan yang membentuk kepribadian menunjukkan bahwa para manajer mempunyai sedikit kendali terhadap determinan dan tidak ada manajer yang harus menyimpulkan bahwa kepribadian bukan faktor penting dalam perilaku di tempat kerja hanya karena kepribadian bukan faktor penting dalam perilaku di tempat kerja hanya karena kepribadian dibentuk di luar organisasi. Perilaku seseorang tidak dapat dimengerti tanpa mempertimbangkan konsep kepribadian. Pada kenyataannya, kepribadian adalah juga saling berhubungan dengan persepsi, sikap, belajar, dan motivasi setiap usaha untuk mengerti perilaku menjadi tidak lengkap apabila kepribadian tidak diperhitungkan.
d.   Motivasi
Motivasi merupakan konsep yang digunakan untuk menggambarkan dorongan-dorongan yang timbul pada atau di dalam seorang individu yang menggerakkan dan pengarahkan perilaku. Konsep motivasi digunakan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan dalam intensitas perilaku dan untuk menunjukkan arah tindakan. Manajer lebih suka memotivasi karyawannya secara positif agar karyawan tersebut dapat menjalankan pekerjaannya dan karyawan yang termotivasi akan menghasilkan pekerjaan yang memiliki kualitas yang tinggi.
e.    Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang dipunyai individu mengenai pekerjaannya. Hal ini dihasilkan dari persepsi mereka terhadap pekerjaannya, didasarkan pada faktor lingkungan kerja, seperti gaya penyelia, kebijakan dan prosedur, afiliasi kelompok kerja, kondisi kerja, dan tunjangan. Faktor psikologis yang terakhir adalah Stres kerja. Menurut Gibson et al (2008:339), stres kerja merupakan suatu Persepsi penyesuaian, diperantarai oleh perbedaan-perbedaan individu dan/atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar (lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan/atau fisik berlebihan kepada seseorang. Stres kerja dapat mempengaruhi kinerja dari seorang individu.
3.    Faktor Organisasi
Salah satu faktor organisasi yang mempengaruhi kinerja adalah kepemimpinan. Peran pemimpin dalam organisasi adalah memfasilitasi agar fungsi dan tanggung jawab setiap anggota menjadi fokus. Personel pada umumnya membutuhkan kepemimpinan yang baik. Pemimpin yang sukses harus memimpin dengan menciptakan atmosfir atau kondisi sehingga membuat setiap bawahan dapat berkontribusi secara total. Ini dapat berarti mendidik keterampilan baru untuk personel, mendorong personel untuk menangani sesuatu yang sebenarnya dia takut melakukannya, dapat juga berarti mendengarkan keluhan personel atau ide, harapan keluhan, kritik dan saran serta bentuk lainnya dari mitra kerja maupun bawahan. Aspek lain yang juga penting dan harus diperhatikan pemimpin adalah memfasilitasi dukungan mental dan teknis kepada personel juga sangat menentukan kinerja pemimpin maupun kelompok  (Ilyas, 2001).
Ada banyak cara bagi seorang pemimpin untuk mempengaruhi kinerja para bawahan. Para pemimpin dapat mempengaruhi bawahan untuk bekerja lebih cepat atau melakukan sesuatu pekerjaan berkualitas dengan lebih baik misalnya dengan memberikan insentif/penghargaan/pujian khusus, dengan memberikan motivasi tentang pentingnya pekerjaan, dan menetapkan tujuan-tujuan yang menantang. Para pemimpin dapat meningkatkan keterampilan bawahan untuk melakukan suatu pekerjaan misalnya dengan memperlihatkan kepada mereka metode-metode yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan (Yukl, 1998).
C.  Masalah Kinerja
Dalam implementasi suatu sistem manajemen dalam organisasi, satu hal yang tidak dapat dihindari adalah timbulnya permasalahan. Adanya permasalahan dalam suatu organisasi tidak menandakan bahwa organisasi gagal dalam implementasi sistem manajemen. Masalah dapat timbul bahkan dalam organisasi yang sudah besar. Untuk menjamin bahwa organisasi dapat tetap berjalan dengan efektif dan/atau efisien, maka setiap permasalahan yang muncul perlu diselesaikan dan dicari solusinya.
Lalu, apa itu masalah? Masalah dapat didefinisakan sebagai kesenjangan (gap) antara situasi sekarang (kinerja aktual sekarang) dan target kinerja yang diinginkan. Semua orang harus menjadi problem solvers dengan cara melakukan analisa secara seksama terhadap proses, kemudian berusaha menutupi kesenjangan (gap) yang ada.
Vincent Gasperz menjelaskan dalam bukunya mengenai Continual Improvement mengelompokan masalah kinerja ke dalam 3 jenis :
1.    Masalah yang diciptakan (problems to be created), yaitu menetapkan target kinerja yang meningkat secara terus menerus, kemudian berusaha untuk menyelesaikan masalah kinerja ini melalui upaya giat terus menerus untuk mencapai target kinerja tersebut, Masalah yang diciptakan ini sering disebut sebagai masalah potensial (potential problems) yang akan menjadi msalah aktual (actual problems) di masa yang akan datang. Upaya menyelesaikan masalah ini adalah melalui inovasi kreatif (peningkatan dramatis) terus menerus.
2.    Masalah yang dirasakan (problems to be perceived), berkaitan dengan upaya peningkatan secara gradual terus menerus yang bertujuan untuk memperkuat posisi yang sekarang.
3.    Masalah yang telah terjadi (problems already occurred), berkaitan dengan target-target masa lalu yang tidak tercapai atau deviasi dari standar-standar yang ditetapkan.
Masalah yang sering muncul umumya bersumber dari elemen-elemen proses yang terdiri dari 7M, yaitu Money, Media, Material, Method, Motivation, Machine, dan Manpower yang merupakan faktor yang dapat dikendalikan dan dapat diperkirakan atau diprediksi.
1.    Manpower (tenaga kerja) berkaitan dengan kekurangan dalam pengetahuan (tidak terlatih, tidak berpengalaman), kekurangan dalam ketrampilan dasar yang berkaitan dengan mental dan fisik, kelelahan, stress, ketidakpedulian, dll.
2.    Machines (mesin-mesin) dan peralatan yang berkaitan denagn tidak ada sistem perawatan pencegahan terhadap mesin-mesin produksi, termasuk fasilitas dan peralatan lain, tidak sesuai dengan spesifikasi tugas, tidak dikalibrasi, terlalu rumit, terlalu panas, dll.
3.    Methods (metode merja) berkaitan dengan tidak ada prosedur dan metode kerja yang benar, tidak jelas, tidak diketahui, tidak terstandarisasi, tidak cocok, dll.
4.    Materials (bahan baku dan bahan penolong) berkaitan dengan ketiadaan spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan penolong yang digunakan, ketidaksesuaian dengan spesifikasi kualitas bahan baku dan bahan penolong yang ditetapkan, ketiadaan penanganan yang efektif terhadap bahan baku dan bahan penolong itu, dll.
5.    Media berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang tidak memperhatikan aspek-aspek kebersihan, kesehatan dan keselamatan kerja, dan lingkungan kerja yang kondusif, kekurangan dalam lampi penerangan, ventilasi yang buruk, kebisingan yang berlebihan, dll.
6.    Motivation (motivasi) berkaitan dengan ketiadaan sikap kerja yang benar dan professional (tidak kreatif, bersifat reaktif, tidak mampu bekerjasama dalam tim, dll), yang dalam hal ini disebabkan oleh sistem balas jasa dan penghargaan yang tidak adil kepada tenaga kerja.
7.    Money (keuangan) berkaitan dengan ketiadaan dukungan financial (keuangan) yang mantap guna memperlancar proyek peningkatan kualitas yang akan diterapkan.
D.  Penyelesaian Masalah Kinerja
Saat muncul suatu masalah, organisasi dituntut untuk mencari solusi yang tepat dalam menyelesaikan masalah tersebut. Solusi terhadap suatu permasalahan tidak akan efektif jika tidak diidentifikasikan dan diimplementasilan dengan tepat. Berikut langkah-langkah solusi masalah yang efektif :


1.    Identifikasi Masalah
Mendefinisikan masalah secara tertulis, yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut :
a.    What (Apa)   : Apa yang menjadi akibat utama dari masalah itu?
b.    When (Kapan)          : Kapan terjadi masalah itu, sewaktu-waktu atau sepanjang waktu?
c.    Where (Dimana) : Dimana lokasi masalah itu terjadi, lokasi dalam sistem, fasilitas, atau komponen?
d.   Why (Mengapa)        : Mengapa Amda serius memperhatikan masalah ini, berkaitan dengan signifikansi dampak dari masalah itu terhadap sasaran atau tujuan organisasi?
Membangun diagram sebab-akibat yang dimodifikasi untuk mengidentifikasi :
a.    akar penyebab dari masalah,
b.    penyebab-penyebab yang tidak dapat dikendalikan, namun dapat diperkirakan
Setiap akar penyebab dari masalah dimasukkan ke dalam diagram sebab-akibat yang dikategorikan berdasarkan prinsip 7M, sedangkan penyebab-penyebab yang tidak dapat dikendalikan namun dapat diperkirakan, didaftarkan pada diagram sebab-akibat secara tersendiri, Akar penyebab dari suatu masalah dapat ditemukan melalui bertanya mengapa beberapa kali.
2.    Identifikasi Solusi
Mengidentifikasikan tindakan atau solusi yang efektif melalui memperhatikan dan mempertimbangkan:
a.    pencegahan terulang atau muncul kembali penyebab-penyebab itu
b.    tindakan yang diambil harus berada di bawah pengendalian kita
c.    memenuhi tujuan dan target kinerja yang ditetapkan
3.    Implementasi Solusi
Menerapkan atau melakukan implementasi terhadap solusi atau tindakan-tindakan yang diajukan itu. Setiap tindakan perbaikan sewajarnya didaftarkan ke dalam rencana tindakan (action plans) yang memuat secara jelas setiap tindakan perbaikan atau peningkatan mengikuti prinsip 5W-2H
What               : Apa tindakan peningkatan yang diajukan?
When              : Kapan tindakan penigkatan itu akan mulai diterapkan?
Where             : Dimana tindakan peningkatan itu akan diterapkan?
Who                : Siapa yang akan bertanggung jawab terhadap implementasi dari tindakan peningkatan itu?
Why                : Mengapa tindakan peningkatan itu yang diprioritaskan untuk diterapkan?
How                : Bagaimana langkah-langkah dalam penerapan tindakan peningkatan itu?
How Much     :  Berapa besar manfaat yang akan diterima dari implementasi tindakan peningkatan itu dan berapa pula biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai implementasi dari tindakan peringkatan tersebut?)
Melakukan standarisasi terhadapa lima poin tersebut di atas melalui penyusunan prosedur dan instruksi kerja, juga pemantauan (monitoring) secara terus menerus.
Berikut tabel penggunaan metode 5W-2H untuk pengembangan rencana tindakan:
Implementasi suatu sistem manajemen tidak menjanjikan bahwa tidak akan muncul permasalahan bagi organisasi. Munculnya permasalahan pun tidak menandakan bahwa organisasi tidak mampu dalam implementasi sistem. Implementasi suatu sistem manajemen yang baik mengharuskan suatu organisasi untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut yang muncul. Permasalahan yang muncul perlu diidentifikasi dan diselesaikan hingga ke akar permasalahannya, dengan harapan bahwa permasalahan yang serupa tidak akan muncul kembali. Identifikasi dan penyelesaian masalah yang tepat akan membawa organisasi menuju ke perbaikan dan peningkatan yang berkesinambungan.

D. Penyebab Masalah Kinerja

Beberapa faktor yang memengaruhi kinerja yakni ketidak-jelasan peran, rendahnya kompetensi, keragaman sistem nilai yang dimiliki karyawan, preferensi yang berbeda, dan kurangnya penghargaan.
1.    Kejelasan peran  karyawan
Peran dapat diartikan sebagai suatu karakter yang harus dimainkan seorang pelaku; dalam hal ini karyawan. Bisa juga diartikan sebagai karakteristik dan perilaku sosial yang diharapkan dari seseorang sesuai posisi dan fungsinya. Dalam prakteknya peran bisa berbentuk: pertama, peran yang sudah ditetapkan dan, kedua, peran baru yang dipilih manajer untuk karyawan tertentu sesuai dengan posisinya. Bila kedua peran itu sudah ada lalu mengapa masih saja terjadi penyimpangan kinerja. Penyebabnya adalah bisa jadi manajer sering mengabaikan pentingnya penjelasan peran baru yang dipilihnya kepada karyawan. Manajer diduga menggunakan asumsi bahwa karyawan sudah mengetahui jenis peran yang diembannya. Padahal tidak selalu seperti itu. Karena itu dalam setiap unit harus sudah terdapat apa yang disebut uraian pekerjaan dan uraian peran yang jelas dan dijadikan acuan kerja oleh seluruh karyawan dan manajer. Semakin jelas dan terinternalisasinya uraian peran di kalangan karyawan dan manajer cenderung semakin kecilnya peluang terjadinya penyimpangan kinerja. Namun kalau karyawan memperoleh peran baru maka pertanyaannya adalah apakah itu sudah memadai sesuai dengan kompetensinya?
1.    Kompetensi Karyawan
Kejelasan peran saja tidak cukup untuk mendongkrak kinerja  karyawan. Ada faktor lain yang memengaruhi kinerja karyawan yakni faktor kompetensi yang dimilikinya. Kompetensi terbagi dua yakni kompetensi ”keras” berupa pengetahuan dan ketrampilan, dan kompetensi ”lunak” berupa sikap, etos kerja, motivasi, prakarsa, kreatifitas dan empati. Jenis kompetensi yang terakhir sering juga disebut sebagai keahlian lunak (soft skills). Kompetensi dapat juga dikelompokkan menjadi yang terlihat dan tersembunyi. Kompetensi yang terlihat seperti pengetahuan yang dicirikan dengan pemilikan sertifikasi, dan keahlian yang dicerminkan dengan posisi dan status pekerjaannya yang rutin. Sementara yang tersembunyi berupa nilai-nilai, misalnya kemampuan karyawan dalam membuat keseimbangan antara kepentingan pekerjaan dan keluarga; konsep diri atau kepercayaan diri; dan kepribadian diri seperti jujur, tenang, motivasi, dan bijak. Semakin tinggi derajad kompetensi karyawan semakin tinggi pula kinerja yang dihasilkannya.
2.    Lingkungan Kerja
Kalau kejelasan peran dan kompetensi sudah terpenuhi maka karyawan  akan lebih mampu meningkatkan kinerjanya jika didukung lingkungan kerja yang nyaman. Lingkungan kerja disini dilihat dari lingkungan fisik dan non-fisik. Lingkungan fisik antara lain berupa fasilitas kerja termasuk peralatan kerja, ruangan, kursi dan meja, listrik, pendingin ruangan, kebisingan yang rendah, dan alat pengaman. Sementara lingkungan non-fisik antara lain berupa gaya kepemimpinan manajer yang partisipatif, kompensasi, mutu hubungan vertikal dan horisontal seperti kebersamaan serta lingkungan sosial. Semakin nyaman lingkungan kerja semakin tinggi kinerja karyawannya.
3.    Sistem Nilai
Nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya. Konflik yang terjadi antara manajer dan karyawan bisa jadi karena dipengaruhi perbedaan nilai tentang ukuran kinerja pekerjaan; apakah dilihat dari proses ataukah hasil; ataukah gabungan keduanya. Mungkin saja sang manajer menginginkan penerapan model kerja yang berorientasi hasil. Alasannya karena hasil akan mencerminkan seberapa jauh kemampu-labaan perusahaan dapat tercapai. Sementara karyawan berpandangan bahwa keberhasilan kinerja dicerminkan oleh orientasi proses yang ditunjukan oleh penerapan cara-cara pekerjaan, sistematika bekerja, koordinasi, dan kontrol kerja dari manajer. Bagi seorang manajer yang bijak maka dipilihlah kombinasi keduanya yakni berorientasi proses dan hasil. Dengan cara itu maka ”kesepakatan” penggabungan sistem nilai akan mendorong peningkatan kinerja karyawan. Semacam ”win-win solution, ”win-win result”, dan “win-win outcome”.
4.    Preferensi
Kalau kejelasan peran, kompetensi, dan kesepakatan sistem nilai sudah ada maka tampaknya tak ada alasan lagi bagi karyawan untuk berkinerja rendah. Benarkah selalu demikian?. Masih ada faktor lain yang memengaruhinya yakni derajad kesukaan atau preferensi terhadap pekerjaan tertentu. Kalau mereka yang tergolong teori Y (suka bekerja, disiplin, dan bertangung jawab), jenis pekerjaan apapun cenderung siap untuk dilaksanakan karyawan. Namun bisa saja ada sebagian kecil karyawan tergolong teori X (tak suka bekerja, malas, dan tak bertanggung jawab), maka proses dan kinerja karyawannya menjadi rendah. Karena itu manajer hendaknya dapat mengidentifikasi derajad preferensi seseorang (karyawan) terhadap pekerjaan yang diberikan kepada karyawan. Tidak jarang preferensi seseorang sangat dipengaruhi bio-ritmenya. Selain itu sangat penting dilakukan pengarahan kepada semua karyawan bagaimana bekerja kompak mutlak diwujudkan. Hal ini mengingat suatu pekerjaan umumnya dilakukan oleh suatu tim. Satu saja karyawan tidak suka dengan pekerjaan tertentu maka akan dapat mengganggu suasana kerja tim yang akhirnya akan mengganggu kinerja tim.
5.    Penghargaan
Pada dasarnya setiap manusia, sekecil apapun membutuhkan penghargaan  dari orang lain. Misalnya butuh disapa, dikasihi, dicintai, ditolong, dan didoakan. Jadi semacam pengakuan orang lain atas keberadaan diri individu bersangkutan. Dalam bidang pekerjaan, penghargaan yang dibutuhkan karyawan tidak saja selalu berbentuk kompensasi finansial tetapi juga  non-finansial. Kompensasi finansial dapat berupa gaji, upah, insentif, dan bonus. Sementara kompensasi non-finansial bisa berupa jenjang karir, piagam penghargaan prestasi, dan ucapan terimakasih. Mengabaikan penghargaan kepada karyawan sama saja mengabaikan kebutuhan dasar manusia. Padahal penghargaan adalah unsur vital dalam membangun motivasi dan kepuasan bagi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya




















BAB III
KESIMPULAN

Kinerja  merupakan  suatu  prestasi  atau  tingkat  keberhasilan  yang  dicapai  oleh  individu atau suatu organisasi dalam melaksanakan pekerjaan pada suatu periode tertentu. Kinerja  juga  dapat  diartikan  sebagai  suatu  prestasi  yang  dicapai  dalam  melaksanakan pelayanan  kepada  masyarakat  dalam  suatu  periode.  Peningkatan  kinerja  tidak  dapat terwujud  apabila  tidak  ada  pengelolaan  atau  manajemen  yang  baik,  yang  dapat mendorong  upaya-upaya  institusi  untuk  meningkatkan  kinerja.


Jumat, 17 April 2015

“CURRICULUM AND ITS GLOBAL CONTEXTS”



A.      Wacana tentang akuntabilitas dan neo-progresivisme kurikulum
Tahun 1990-an yang ditandai dengan pembaruan kurikulum yang signifikan di Asia dan Australia. Namun ada beberapa perbedaan yang signifikan tersebut tentang cara perubahannya. Di Australia ada banyak obsesi terhadap akuntabilitas kurikulum. Asal mula obsesi ini yaitu pada pelatihan kurikulum nasional yang dilakukan pada 1980-an dan awal 1990-an. Awalnya, difokuskan pada persamaan dan perbedaan isi kurikulum antar Negara / Wilayah, dimungkinkan untuk mengembangkan materi yang sama, dan diharapkan adanya efisiensi dan penghematan biaya. Namun, fokus materi/isi berubah ketika perhatian ditujukan untuk penilaian dan pengembangkan kemajuan belajar.
Diluar dari isi (materi)/penilaian, “Curriculum Statement and Profiles” menggambarkan isi kurikulum disertai dengan perkembangan pembelajaran yang memungkinkan untuk kemajuan belajar siswa yang dipantau dari apa yang dilihat “Typical Progress”. Guru bertanggung jawab untuk memfasilitasi dan memonitor pembelajaran dan hasil kurikulum, secara alami guru berada satu bingkai dengan kurikulum.
Obsesi dengan akuntabilitas masih dipertahankan sampai sekarang. Hal ini ditandai oleh Program Penilaian Nasional yang secara teratur melakukan pengujian sampel siswa di seluruh Negara / Wilayah pada mata pelajaran sekolah yang dipilih. Di samping itu, Pembelajaran kini telah dikembangkan dalam Bahasa Inggris, Matematika, Sains, Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewarganegaraan dan Informasi dan Teknologi Komunikasi. Diharapkan hal ini akan mendorong pengembangan kurikulum di Negara / Wilayah untuk menghasilkan kurikulum yang lebih konsisten secara nasional. Reformasi kurikulum di Australia, karena telah didominasi oleh hasil siswa, dan pemantauan hasil ini dengan rezim penilaian dan akuntabilitas yang kadang-kadang menghilangkan kebutuhan untuk pemikiran baru dan inovatif pada saat terjadi pergolakan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam lingkungan luar sekolah.
Contoh dari wacana akuntabilitas yang telah mendominasi kurikulum Australia selama lebih dari satu dekade dapat dilihat di Victoria, yang saat ini menerapkan Victorian Essential Learning Standards. Sebelum mengembangkan standar-standar, pemerintah Victoria meluncurkan “Victoria Curriculum Reform 2004 Consultation Paper (Victorian Assessment and Curriculum authority 2004) untuk mendapatkan pandangan masyarakat terhadap reformasi yang diusulkan. Alasan untuk reformasi dikaitkan dengan perubahan kondisi sosial dan ekonomi, tetapi pada setiap pendapat mempunyai alasan untuk perubahan, pendapat yang jelas tentang cara di mana kurikulum inovatif akan diakhiri oleh persyaratan penilaian dan akuntabilitas. Hal ini menekankan pada persyaratan seperti:
·         Mengidentifikasi standar yang jelas yang harus dicapai oleh semua siswa di suatu daerah.
·         Mempromosikan berbagai prosedur penilaian yang jelas terkait dengan konten/isi, yang memungkinkan pencapaian standar yang harus ditunjukkan dan menunjukkan jalan ke depan untuk belajar yang produktif.(Victorian Assessment and Curriculum Authority 2004, p.2)

Ketegangan antara kurikulum dan penilaian dalam tidak yang baru-tapi juga bukan tak terelakkan. Hal ini ditunjukkan dalam serangkaian prpoposals kurikulum refrorm diresmikan di wilayah Asia-Pasifik pada akhir tahun 1990an dan awal abad baru. Di Hong Kong esensi dari reformasi dapat dilihat pada proposal untuk reformasi kurikulum dirilis pada Belajar Untuk Belajar: Langkah ke Depan di Kurikulum Pengembangan (Pengembangan Kurikulum Council 2001). Di singapura, reformasi kurikulum sejak tahun 1997 telah didorong oleh visi "sekolah berpikir, (Goh 1997) dan pada tahun 1998 Taiwan, menuju masyarakat belajar (Kementerian Pendidikan 1999) 'yang dirancang untuk mempromosikan konsep pendidikan seumur hidup '. Unsur umum dalam upaya reformasi daerah ini adalah pengakuan bahwa pengetahuan berbasis ekonomi 'diperlukan pendekatan yang berbeda secara fundamental dengan kurikulum. Bisa tidak lagi menjadi kurikulum akademis tradisional didominasi oleh Kebudayaan pemeriksaan yang mendorong belajar hafalan dan pengulangan. Reformasi Hong Kong telah dijelaskan dengan cara ini:
Untuk menghargai sifat ini (yaitu Hong Kong) usulan, perlu untuk memahami bahwa mereka mewakili perubahan radikal dari kurikulum akademis tradisional yang telah ditandai sekolah Hong Kong selama bertahun-tahun (Morris 1996, hal. 160). Fokus mereka pada siswa bukan subyek, belajar daripada pengujian dan pada semua siswa daripada siswa elit jelas menandai arah struktural baru untuk seluruh kurikulum sekolah. Terlebih lagi, reformasi ini berbeda dalam asal dan tujuan dari reformasi sebelumnya ... reformasi ini didasarkan pada pandangan pembangunan ekonomi yang nilai-nilai pembelajaran untuk kapasitasnya untuk mengembangkan inovasi, kreativitas, keterampilan pemecahan masalah dan wirausaha. Dalam arti penting, itu adalah cara yang berbeda dalam memandang belajar-untuk melihat tidak begitu banyak sebagai tujuan itu sendiri, tetapi sebagai alat untuk mencapai tujuan yang pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. (Kennedy 2005, hal. 111). Dicetak ulang dengan izin dari The Chinese University of Hong Kong.
            Alasan untuk menjelaskan mengapa para pembuat kebijakan mengambil pendekatan yang berbeda terhadap kurikulum sekolah mungkin budaya, politik, sosial, ekonomi atau bahkan pendidikan. Intinya adalah bahwa kurikulum sekolah dapat dibangun dengan semua kekuatan ini, penilaian ditekankan kurang dari di Australia sehingga mendorong pindah dari reformasi Asia. Sejumlah penulis, misalnya, telah menunjuk lampiran muncul untuk standar penilaian yang berbasis di Asia (Wardlaw 2002; Doong 2004). Selain itu, di banyak bagian pemeriksaan terminal Asia masih memainkan peran penting dalam memilih siswa untuk pendidikan lebih lanjut. Intinya adalah bahwa reformis Asia tampaknya telah memilih untuk tidak menyorot penilaian sebagai bagian dari proses publik membujuk masyarakat perlunya agenda reformasi. Di Victoria, pembuat kebijakan mungkin telah memutuskan bahwa reformasi hanya dapat dicapai jika ada jaminan tentang penilaian dan akuntabilitas. Penjelasan ini, tentu saja, spekulatif. Namun mereka menyoroti titik bahwa kurikulum sekolah akan selalu terjebak dalam kompleksitas dan variasi yang dibangun oleh situasi lokal dan nilai-nilai dan terus-menerus menentang interpretasi sederhana. Untuk mengharapkan sebaliknya adalah meremehkan sifat diperebutkan kurikulum dan konteks sosial di mana ia tertanam.

B.            Kurikulum ‘Dunia Nyata’ : Tapi Kenyataan?
Reformasi kurikulum sebagaimana dimaksud dalam bagian sebelumnya dibedakan sesuai dengan penekanan pada penilaian dan akuntabilitas, namun keduanya juga memiliki satu kesamaan: mereka mewakili agenda reformasi bagi masyarakat industrialis maju. Dihadapkan dengan daya saing perekonomian yang meningkat melalui proses globalisasi, masyarakat ini mengakui perlunya populasi yang terampil yang dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian dengan meningkatkan inovasi, kreativitas dan kewirausahaan. Kenyataannya, adanya kebutuhan atas kurikulum sekolah yang bisa menghasilkan perangkat untuk anak muda. Mudah-mudahan juga, atribut-atribut yang sama juga akan membantu dalam pengembangan warga negara yang aktif dan informasi yang mampu melindungi kebebasan individu dan hak-hak di dunia yang semakin bergolak dan tidak pasti.
Namun konteks ekonomi yang membentuk kurikulum reformasi dalam masyarakat industri maju belum memberikan dampak yang sama di negara lain. Di negara-negara tersebut, reformasi kurikulum dan prioritasnya harus merespon globalisasi untuk bertahan hidup dalam lingkungan global yang sangat kompetitif. Secara umum, negara-negara tersebut tidak berusaha untuk mendorong agenda globalisasi, seperti yang terjadi dalam masyarakat industri maju. Masyarakat berusaha untuk memaksimalkan manfaat dari ekonomi global, sementara negara-negara kurang maju berusaha untuk membatasi dampak negatif dari kebijakan ekonomi tersebut pada pembangunan daerah. Dengan demikian, tidak ada agenda reformasi kurikulum yang universal.
Sifat reformasi kurikulum di seluruh bagian industri non Asia Pasifik ditentukan oleh satu kumpulan yang sangat berbeda dari masalah dan isu-isu. Kennedy (2003) telah menunjukkan bahwa, belajar seumur hidup memberikan wacana kebijakan umum di negara-negara berkembang di Asia, konteks kebijakan yang sangat berbeda. Aspek yang paling penting dari konteks ini, menyangkut orang-orang muda, telah disorot oleh Jones (1997, hal.29): ‘banyak. . . remaja memiliki akses ke sekolah menengah dan dalam beberapa kasus, bahkan untuk sekolah dasar ‘. Respon terhadap masalah akses tersebut masih jauh dari apa yang mungkin diterima di negara-negara industri. Sedangkan pada doamin teknologi informasi (TI) merupakan solusi kebijakan yang disukai untuk melaksanakan pendidikan secara massa, Kennedy (2003) telah menyarankan bahwa tempat lain seperti pendidikan non-formal (NFE) mungkin cara yang lebih baik untuk memberikan akses pendidikan. Ini sejalan dengan rekomendasi dari UNESCO:
Keuntungan dari pendidikan non formal adalah struktur formal tidak diperlukan untuk belajar secara langsung. Selain melibatkan penyedia layanan selain pemerintah, dan diharuskanya peserta didik datang ke lokasi fisik tertentu. Cara orang dewasa belajar dan berbeda dari cara anak-anak belajar. Mendasari hal ini, fleksibilitas pada NFE mempunyai karakteristik yang penting dalam konteks ekonomi dan sosial yang berubah dengan cepat untuk menghadapi orang-orang muda di masa depan (Kennedy 2003, p.223)
Namun bahkan jika NFE adalah mekanisme pengiriman utama untuk pendidikan massa, di sini adalah masalah substansi kurikulum sekolah --- apa yang akan dimasukkan dalam hal pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai. Ini bukan pertanyaan akademik, melainkan pertanyaan didorong oleh statistik yang mengancam jiwa seperti berikut:

-Pada tahun 2020, 87% dari orang-orang muda akan hidup di negara-negara berkembang
- Persentase besar dari orang-orang muda akan aktif secara seksual, tidak menggunakan kontrasepsi yang memadai, dan menderita luar biasa akibat masalah kesehatan reproduksi termasuk komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan, HIV / AIDS dan STD, dan mutilasi alat kelamin perempuan (FGM). (Bank Dunia 1998)

Menanggapi isu ini, Kennedy telah berkomentar:
Maskapai sedikit keraguan bahwa pendidikan kesehatan harus menjadi companent inti dari setiap kurikulum yang dirancang untuk people.they muda harus memiliki akses ke informasi dan mereka juga harus memiliki akses ke sarana yang mereka dapat praktik seks aman. Seperti pendidikan sekolah pada umumnya, hal ini tidak dapat bergantung pada sistem pendidikan formal. Sarana pendidikan harus lebih didasarkan masyarakat dan harus tersedia dalam cara yang akan terhubung dengan orang-orang muda di mana mereka berada. (Kennedy 2003, hal. 244)
Titik untuk dicatat di sini adalah bahwa pendidikan kesehatan tidak dapat menjadi opsional ekstra-seperti yang sering di Barat-itu adalah-mengatakan hidup yang penting. Hal yang sama dapat dikatakan untuk pendidikan kewirausahaan. Pendidikan semacam adalah tujuan utama di tempat-tempat seperti Singapura, Taiwan dan bahkan Australia, berupaya memaksimalkan daya saing ekonomi melalui inovasi yang terus meningkat dan nilai tambah proses. Namun di bagian non-industri di Asia, motif yang berbeda:
Dimulai bisa dilakukan anak-anak muda sendiri apa yang mereka yakini untuk meningkatkan prospek pekerjaan mereka. Ini didasarkan pada aspek positif dari kecenderungan banyak orang muda untuk mengambil risiko perilaku. Hal ini juga didasarkan pada preferensi mereka sendiri untuk bekerja seperti wirausaha di mana mereka memiliki otonomi tingkat tinggi. (Tirai 2000, hal. 16)
Pendidikan kejuruan, menekankan pengembangan keterampilan kewirausahaan, tidak bisa menjadi kurikulum add-on di banyak bagian Asia. Mengingat kurangnya kesempatan kerja, urbanisasi meningkat, dampak negatif dari globalisasi dan ketidakmampuan pemerintah untuk menyediakan sumber daya yang memadai untuk pendidikan dan pelatihan, kemandirian merupakan atribut kunci bagi kaum muda. Sebagai Curtain (2000) telah menunjukkan, pengembangan kewirausahaan tidak dapat hanya strategi ketenagakerjaan yang akan digunakan oleh pemerintah. Namun dalam konteks urbanisasi tampaknya bahwa semakin banyak orang muda mandiri dapat menjadi, semakin baik dilengkapi mereka akan menangani ketidakpastian dan ketidakamanan. Strategi tersebut perlu didukung dengan kurikulum yang lebih berorientasi kejuruan, akses yang lebih besar untuk bekerja program pengalaman, penciptaan lapangan kerja dan relawan peluang yang ditargetkan bersama program pengembangan kewirausahaan dan perusahaan. Ini adalah kurikulum bertahan hidup dan parameternya ditentukan oleh yang mengancam jiwa konteks daripada perdebatan akademis atau politik. Ini tidak mewakili pilihan bagi banyak masyarakat-itu hanya kenyataan.
Kurikulm sekolah bagian non-indrusti Asia dibangun oleh konteks sosial, politik dan ekonomi cara yang sangat khusus. Perdebatan Kurikulum dan isu-isu yang khas terkait dengan kehidupan-peluang dan kelangsungan hidup daripada konsepsi akademik baik sekolah atau kurikulum sekolah. Mereka menunjukkan kompleksitas dan variasi dalam cara yang sangat berbeda. Akademisi mungkin ingin memperdebatkan bentuk kurikulum yang dijelaskan dalam paragraf di atas, tetapi untuk orang-orang muda di wilayah ini masalah ini bukan tentang perdebatan dan konsepsi alternatif kurikulum. Sebaliknya, itu adalah aboyt bagaimana bertahan hidup di lingkungan yang tidak kondusif tidak mendukung aspirasi mereka. Tidak ada solusi universal untuk masalah kurikulum, akuntabilitas dan neo-progresivisme mungkin telah muncul di muka negara-negara industri sebagai wacana kurikulum kunci, tetapi mereka tidak terlalu relevan di Asia non-industri. Solusi untuk masalah kurikulum adalah konteks terikat dan dalam kasus yang dijelaskan di sini terkait lainnya terhadap kebutuhan nyata dari orang-orang muda dari kebutuhan meta pemerintah untuk mengatasi bentuk-bentuk baru pembangunan ekonomi.

C.            Nilai- Nilai Pendidikan Dalam Dunia Global
Isu yang jelas yang muncul dari pembahasan di bagian yang dapat  terkait dengan nilai-nilai. Kurikulum sekolah tidak ada dalam isolasi dari nilai-nilai masyarakat dan dalam arti penting adalah refleksi dari nilai-nilai tersebut. Namun pertimbangan nilai-nilai menimbulkan pertanyaan tentang 'yang' nilai-nilai atau 'yang' nilai-nilai dan bagaimana nilai-nilai dapat diajarkan sebagai bagian dari kurikulum sekolah. Bagian ini bab ingin problematise masalah nilai dengan menunjukkan bagaimana masyarakat yang berbeda berusaha untuk terlibat dengan itu. Cara-cara di mana masyarakat yang berbeda membangun nilai-nilai dimensi kurikulum setan-strates betapa kompleks kurikulum dapat menjadi. Kompleksitas tersebut tentu saja, tidak terbatas pada sekolah tetapi tampaknya diperkuat setiap hari di dunia di mana saat ini nilai-nilai konflik adalah jantung dari politik nasional dan internasional.
Nilai-nilai dalam masyarakat apapun mencerminkan sejarah, budaya dan politik konteks yang beroperasi dengan cara yang unik untuk mempengaruhi nilai-nilai yang akan dominan pada waktu tertentu. Tabel di bawah ini menunjukkan rentang nilai yang didukung oleh nasional (dan sub-nasional) yang berbeda yurisdiksi. Di tiga wilayah Victoria. New South Wales dan Hong Kong  ada kesamaan, tetapi ada juga beberapa perbedaan penting antara Hong Kong dan dua lainnya. Tujuan eksplisit mulai dari kurikulum Nasional Pakistan memberikan demarkasi yang jelas antara sikap nilai dan orang-orang dari yuridist lainnya.berikut tabelnya:

Pakistan
Viktoria
New South Wales
Hong Kong
Transmit nilai-nilai tradisional senada dengan modernitas
Mengembangkan untuk penilaian kritis terhadap budaya asing dan ideologi
Memahami konsekuensi , imprealisme,kolonialisme dan pentingnya kemerdekaan
•Mempromosikan kesatuan umat Islam dalam kata
•Mengembangkan dan mempraktekkan semangat ideologi Pakistan dan Islam

•Toleransi dan pemahaman
• Menghormati
•Tanggung Jawab
• Keadilan sosial
• Excellence
• Perawatan
•Inklusi dan kepercayaan
• Kejujuran
• Kebebasan
• Menjadi etika

• Integritas
• Excellence
• Menghormati
•Tanggung Jawab
• Kerjasama
• Perawatan
• Keadilan
• Demokrasi

·   Ketekunan
• Hargai orang lain
• Tanggung Jawab
• Nasional
• Identitas
• Komitmen



Banyak sekolah memiliki nilai yang mereka ajarkan sebagai bagian dari perencanaan pendidikan mereka Banyak sekolah memasarkan diri kepada orang tua atas dasar nilai-nilai ini. Saya ingin melihat setiap sekolah Australia telah tertanam dalam nilai-nilai kurikulum dan pendekatan mereka (Nelson 2004) Namun itu adalah menarik untuk dicatat bahwa nilai-nilai yang didukung toleransi, kepercayaan, saling menghormati, keberanian, kasih sayang dan kejujuran, kesopanan dan melakukan salah satu terbaik (Nelson 2003) Ada garis yang jelas antara ruang publik dan nilai-nilai ruang pribadi di Australia dan sementara setiap lingkup dapat sangat politis, perbedaan antara mereka adalah diri salah satu nilai utama masyarakat Australia.
Nilai-nilai dan pendidikan nilai-nilai yang tertanam dalam jenis kompleksitas yang menjadi masalah bukan hanya untuk pemerintah, tetapi untuk semua orang. Isu-isu nilai-nilai pribadi, nilai-nilai masyarakat, peran negara sekuler dalam menegakkan nilai-nilai dan sifat absolut atau relatif dari nilai-nilai yang tidak mudah untuk menyelesaikan dan solusi kurikulum sederhana yang menunjukkan mereka harus ditolak.
Ketika Hong Kong di dibandingkan dengan Victoria dan New South Wales ada beberapa tumpang tindih: Hormat, Tanggung Jawab dan secara umum meskipun tidak secara khusus, komitmen. Namun 'identitas nasional' dan 'ketekunan' menonjol sebagai khas. Yang terakhir jelas adalah nilai budaya.
Kemajuan teknologi penting dan munculnya tekanan ekonomi berbasis pengetahuan dan tantangan yang lebih menakutkan dari sebelumnya untuk orang-orang muda kita. Ketekunan, yang dianggap sebagai kekuatan orang-orang Cina, adalah kualitas penting bahwa mereka harus merangkul untuk membantu mereka menghadapi tantangan hidup dan mengatasi kemalangan. (Kurikulum Dewan Pembangunan 2002)
Ketekunan nilai Konghucu adalah  yang terkenal di masyarakat Cina dalam kutipan di atas digunakan dalam konteks yang sangat modern untuk menunjukkan penerapan saat ini. Pengamatan sering dikaitkan dengan Konfusius: 'itu tidak menyenangkan untuk belajar dengan ketekunan konstan dan aplikasi?'
.
Adapun identitas Nasional sebagai nilai kunci di Hong Kong, penjelasan sejarah dan politik.
Kembalinya Hong Kong ke Cina sejak tahun 1997 panggilan untuk pemahaman yang lebih dalam tentang sejarah dan budaya tanah air. Ada kebutuhan untuk memperkuat rasa identitas nasional di kalangan anak muda kita. Sangat penting untuk meningkatkan kepentingan mereka dalam dan kepedulian untuk pengembangan Cina hari ini  dengan melibatkan mereka dalam pengalaman belajar yang berbeda dan belajar lebar hidup

























BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kurikulum Dan Konteks Secara Global yang terdiri dari tiga bidang pembahasan diantaranya :Wacana Akuntabilitas dan Neo-Progresivisme Kurikulum, Dunia Nyata Kurikulum: tapi Kenyataannya?, Nilai-Nilai Pendidikan dalam Dunia Global.
-Wacana Akuntabilitas dan Neo-Progresivisme Kurikulum. Di Australia ada banyak obsesi terhadap akuntabilitas kurikulum. Asal mula obsesi ini yaitu pada pelatihan kurikulum nasional yang dilakukan pada 1980-an dan awal 1990-an. Obsesi dengan akuntabilitas masih dipertahankan sampai sekarang. Hal ini ditandai oleh Program Penilaian Nasional yang secara teratur melakukan pengujian sampel siswa di seluruh Negara / Wilayah pada mata pelajaran sekolah yang dipilih.
-Dunia Nyata Kurikulum: Tapi Kenyataannya, Sifat reformasi kurikulum di seluruh bagian industri non Asia Pasifik ditentukan oleh satu kumpulan yang sangat berbeda dari masalah dan isu-isu. Kennedy (2003). Kenyataannya, adanya kebutuhan atas kurikulum sekolah yang bisa menghasilkan perangkat untuk anak muda. Mudah-mudahan juga, atribut-atribut yang sama juga akan membantu dalam pengembangan warga negara yang aktif dan informasi yang mampu melindungi kebebasan individu dan hak-hak di dunia yang semakin bergolak dan tidak pasti.
-Nilai-Nilai Pendidikan dalam dunia Global
Pakistan
Viktoria
New South Wales
Hong Kong
Transmit nilai-nilai tradisional senada dengan modernitas
Mengembangkan untuk penilaian kritis terhadap budaya asing dan ideologi
Memahami konsekuensi , imprealisme,kolonialisme dan pentingnya kemerdekaan
•Mempromosikan kesatuan umat Islam dalam kata
•Mengembangkan dan mempraktekkan semangat ideologi Pakistan dan Islam

•Toleransi dan pemahaman
• Menghormati
•Tanggung Jawab
• Keadilan sosial
• Excellence
• Perawatan
•Inklusi dan kepercayaan
• Kejujuran
• Kebebasan
• Menjadi etika

• Integritas
• Excellence
• Menghormati
•Tanggung Jawab
• Kerjasama
• Perawatan
• Keadilan
• Demokrasi

·   Ketekunan
• Hargai orang lain
• Tanggung Jawab
• Nasional
• Identitas
• Komitmen



B. Saran

Makalah ini tidak luput dari kekurangan dan kesempurnaan, sehingganya pemakalah mengharapkan kritikan dan saran kepada para pembaca sehingga makalh ini lebih sempurna dan mampu menjadi pedoman dalam menganalisis kurikukum dan konteks secara global.